DUMAI – SekilasDumai.com – Cerita rakyat Kota Dumai Puteri Tujuh adalah suatu cerita yang mengisahkan tentang meninggalnya tujuh orang putri dari suatu kerajaan yang ada di Kota Dumai pada masa lampau.
Meninggalnya tujuh orang putri tersebut disebabkan dampak dari peperangan antara kerajaan tersebut dengan suatu kerajaan dari Aceh. Secara ringkas cerita Puteri Tujuh adalah sebagai berikut:
Pada masa lampau terdapat terdapat sebuah kerajaan yang bernama kerajaan Sri Bunga Tanjung yang berada di hulu sungai Dumai. Rajanya bernama Bakrum Syah Alam atau dikenal dengan sebutan Lembang Jagal berasal dari kerajaan Muara Takus (kecamatan XIII Koto Kampar) dan mempunyai tiga orang putri yang diasuh oleh empat orang pengasuh (dayang). Ke tiga orang putri itu bernama Puteri Lindung Bulan, Puteri Mayang Mengurai, dan Puteri Ktimbing Raya. Empat orang dayang pengasuh yaitu Puteri Awan Panjang.
Puteri Perdah Patah dan Puteri Mustika Kencana. Raja Lembang Jagal juga mempunyai seorang ponakan bernama Cik Sima yang tinggal bersamanya. Cik Sima terkenal dengan kecantikan dan kecerdasannya dan aktif menyelesaikan persoalan-persoalan kerajaan terutama masalah perempuan. Sehingga ia sangat berpengaruh dalam kerajaan, lalu mendapat sebutan Ratu Cik Sima.
Kecantikan Ratu Cik Sima telah lama diketahui raja Aceh dan sehingga ia ingin meminangnya. Pinangan disampaikan oleh utusan raja Aceh ke kerajaan Sri Bunga Tanjung . Namun Cik Sima menolak pinangannya. Setelah penolakan pinangan disampaikan utusan. Raja Aceh datang ke kerajaan Sri Bunga Tanjung untuk meminangnya secara langsung. Namun pinangan tetap ditolak. Karena merasa terhina atas penolakan tersebut raja Aceh kembali ke Aceh dan mengancam akan kembali untuk menyerang kerajaan Sri Bunga Tanjung.
Mengenai adanya ancaman tersebut raja Lembang Jagal mempersiapkan pasukan perang dan mendirikan benteng yang terbuat dari tanah liat di sunagi Dumai. Sedangkan untuk persiapan penyelamatan terhadap putri-putrinya ia menyembunyikan mereka ke dalam sebuah lobang (goa) termasuk empat orang dayangnya. Tak lama kemudian pasukan raja Aceh datang menyerang dan pertempuran pun terjadi. Dalam pertempuran pasukan raja Aceh lebih kuat dibanding pasukan Sri Bunga Tanjung.
Namun tiba-tiba pertempuran terhenti ketika salah seorang pasukan raja Aceh berteriak di tengah pertempuran. Ia memberitahukan bahwa raja mereka yang berada di kuala sungai Dumai dalam keadaan terluka bersimbah darah. Pasukan Aceh pun akhirnya mundur meningggalkan medan perang dan pergi menuju kuala sungai Dumai. Di kuala sungai Dumai, sebelum wafat raja Aceh bersumpah, “Tidak akan selamat keturunan Raja Kerajaan Sri bunga Tanjung” Setelah itu raja Aceh pun wafat.
Raja Aceh wafat karena tertusuk oleh buah bakau belukap. Buah tersebut menancap ke tubuh raja hingga menembus perahunya. Kemudian jenazah raja dimasukkan ke dalam sampan tunda untuk dibawa pulang. Dalam perjalanan pasukan raja Aceh singgah di muara sungai Mesjid. Disini mereka mendirikan bangsal untuk mengurus jenazah dan membuat keranda. Keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan. Tetapi dalam perjalanan sampan yang membawa mereka terlalu banyak muatan. Sesampai di Tanjung Penyembal pasukan lalu membuang gong untuk mengurangi beban sampan. Setelah itu lalupasukan melanjutkan perjalanan menuju Aceh.
Sementara itu setelah situasi di medan pertempuran sudah tenang. Raja Sri Bunga Tanjung ingin mengetahui keadaan putri-putrinya yang berada ditempat persembunyian. Tetapi sesampai ditempat persembunyian tersebut ternyata tiga orang putri dan empat orang dayangnya telah wafat. Kematian ini dalah buah dari sumpah raja Aceh. Tiga orang putri raja Lembang Jagal beserta empat orang pengasuhnya disebut dengan Putri Tujuh.
Kisah Putri Tujuh mengandung nasehat bahwa kekuasaan dan kekuatandapat membawa kesombongan, sehingga ia merasda segala keinginannya harus dipenuhi. Sedangkan kekuasaan itu hanya berada ditangan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dari cerita rakyat yang melegenda di kota Dumai ini ada yang berpendapat sebatas legenda namun ada juga yang berpendapat sebagai sejarah, dengan terdapatnya temuan seperti:
Kelurahan Ratu Sima:
Berasal dari nama Ratu Cik Sima. Ponakan dari raja Sri Bunga Tanjung yang ingin dipinang oleh raja Aceh.
Kelurahan Bangsal Aceh:
Bangsal Aceh adalah tempat pasukan kerajaan Aceh membangun bangsal untuk mempersiapkan jenazah raja Aceh yang wafat Karena tertusuk buah bakau belukap, untuk dibawa kembali ke Aceh.
Kelurahan Lubuk Gaung:
Lubuk Gong atau Lubuk Gaung adalah tempat pasukan Aceh membuang gong atau genderang karena muatan sampan yang membawa jenazah raja Aceh terlalu sarat muatan.
Gedung serbaguna Sri Bunga Tanjung:
Berasal dari nama kerajaan Sri Bunga Tanjung yang berlokasi di hului sungai Dumai.
Makam Putri Tujuh:
Putri tujuh, yaitu tujuh orang putri dari kerajaan Sri Bunga Tanjung yang meninggal di dalam lobang. Lobang ini disiapokan bagi ke tujunh putri untuk menghindari serangan dari pasukan raja Aceh. Makan Putri tujuh terletak dalam areal kilang Pertamina UP II Dumai.
Jalan Benteng:
Benteng adalah benteng yang dibangun oleh raja kerajaan Sri Bunga Tanjung di Sungai Dumai dalam pertempuran melawan pasukan kerajaan Aceh.
Dan saat ini di muara sungai Dumai masih terdapat hutan bakau seluas lebih kurang 11,5 hektar yang sedang diupayakan pelestariannya selama ini dan sekarang sebagai tempat penelitian para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia juga saat ini digunakan sebagai lokasi Sekolah Aalam Kader Konservasi.
Ancaman yang sangat serius dari keberadaan hutan ini dalah perkembangan pembangunan pelabuhan Dumai. Maka berdasarkan Fakta dan realita aksi para pecinta lingkungan selama ini, maka hutan bakau muara sungai Dumai merasa sangat perlu untuk dilestarikan sebagai kawasan hijau maupun jati diri sebuah negeri.
Sumber: celahkotaNEWS.com